Kemenkes Adu Cepat dengan Penyebaran Omicron

- 18 Januari 2022, 18:34 WIB
Ilustrasi varian Omicron. Wilayah DKI Jakarta dan Bodetabek diperkirakan menjadi daerah pertama yang akan mengalami lonjakan kasus.
Ilustrasi varian Omicron. Wilayah DKI Jakarta dan Bodetabek diperkirakan menjadi daerah pertama yang akan mengalami lonjakan kasus. /pixabay/geralt/

Dikatakan Budi Gunadi Sadikin, vaksinasi booster juga akan menjadi fokus pemerintah. Untuk  cakupan vaksinasi booster di wilayah Jabodetak akan dikebut untuk meningkatkan dan mempertahankan kekebalan tubuh dari ancaman penularan varian Omicron.

“Selain prokes dan surveilans, juga dipastikan semua rakyat DKI Jakarta dan Bodetabek akan dipercepat vaksinasi boosternya agar mereka siap kalau gelombang Omicron nanti naik secara cepat dan tinggi,” tambah Budi Gunadi Sadikin.

Ditegaskannya, berkaca dari puncak gelombang kenaikan kasus akibat varian delta pada 2021 lalu, Ketersediaan obat juga menjadi fokus Kementerian Kesehatan. Di awal tahun 2022, Kemenkes telah mendatangkan 400 ribu tablet Molnupiravir sebagai obat terapi tambahan untuk pasien Covid-19 gejala ringan, yang telah tersedia di Indonesia dan siap diproduksi dalam negeri pada April atau Mei 2022 oleh PT Amarox.

Baca Juga: Kasus Dugaan Pungli di SMAN 22 Bandung, Disdik Jabar Masih Tunggu Hasil Gelar Perkara Tim Saber Pungli

Selain Molnupiravir, Kemenkes juga akan mendatangkan Paxlovid yang rencananya akan tiba pada Februari. Obat-obat ini rencananya akan didistribusikan secara merata hingga ke apotik-apotik. “Obat ini bukan hanya di Puskesmas maupun RS Pemerintah, nantinya juga akan tersedia di apotik-apotik sesuai dengan jenisnya yakni obat yang bisa dibeli umum dan obat yang bisa didapatkan hanya dengan resep dokter,” terang Budi Gunadi Sadikin.

Lebih lanjut terkait kesiapan RS, Menkes menuturkan bahwa meski menular dengan sangat cepat, namun gejala pasien Omicron tergolong lebih ringan, karenanya tingkat perawatan untuk pasien dengan gejala sedang maupun berat yang membutuhkan perawatan di RS, presentasenya jauh kebih rendah dibandingkan varian Delta.

“Di negara-negara tersebut (yang mengalami puncak kenaikan kasus Omicron) hospitalisasinya antara 30%-40% dari hospitalisasi delta, jadi walaupun penularan dan kenaikannya lebih cepat dan tinggi, tapi hospitalisasinya lebih rendah,” ungkap Menkes.

Di Indonesia, kata Menkes, juga mengalami hal serupa. Dari total 500-an kasus konfirmasi Omicron sebagian besar gejalanya ringan bahkan tanpa gejala, hanya 3 pasien yang membutuhkan oksigen tambahan. Proses recovery juga lebih cepat, tercatat sekitar 300 pasien telah dinyatakan sembuh dan sudah diperbolehkan pulang.

Dengan berbagai kesiapsiagaan yang telah disusun oleh pemerintah untuk mencegah dan mengendalikan puncak gelombang kenaikan kasus Omicron, pemerintah meminta masyarakat untuk tetap tenang, selalu berhati-hati dan waspada. Yang terpenting protokol kesehatan 5M, vaksinasi dan harus dilaksanakan beriringan untuk memberikan perlindungan dari ancaman penularan COVID-19 varian Omicron yang sangat cepat. (heriyanto)***

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah