Tradisi Ngobor Muharaman Menyambut Tahun Baru Islam, Spontan Diadakan Warga  Kampung Panyairan

10 Agustus 2021, 07:46 WIB
Warga Kampung Panyairan Desa Cihideung Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat menggelar tradisi Ngobor Muharaman dalam rangka menyambut Tahun Baru Islam 1443 H. Tradisi dilakukan secara spontan oleh warga. /Foto : Istimewa

 

PORTAL BANDUNG TIMUR - Warga Kampung Panyairan, khususnya di RW 10 Desa Cihideung Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat, mengelar perayaan menyambut pergantian Tahun Baru Islam atau Muharaman dengan tradisi Ngobor Muharaman. Sepanjang malam ratusan warga berkeliling jalan Desa Parongpong membawa obor sambil membaca takbir dan sholawat nabi.

“Sama sekali tidak ada rencana apalagi yang mengomandoi. Mungkin karena sudah terbiasa melakukan setiap tahun, anak-anak remaja hingga dewasa keluar rumah dengan membawa obor, akhirnya menjadi banyak yang terlibat,” ujar tokoh masyarakat setempat Yanto Susanto.

Meskipun sudah dihimbau karena masih masa pandemi Covid-19 dan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) kembali diperpanjang menurut Yanto Susanto, kebiasaan masyarakat Desa Cihideung sulit di tahan. “Awalnya hanya anak-anak remaja belasan tahun saja yang keluar rumah dengan menyalakan obor, lambat laun anak-anak kecil, kemudian anak-anak muda yang mengawal dan akhirnya orang tua jadi ikutan karena menjaga anak-anak mereka,” ujar Yanto Susanto.

Baca Juga: West Java Contemporary Dance Festival 2021, Menjaga Spirit Seniman Tari Jawa Barat

Tradisi Ngobor Muharaman menurut Yanto Susanto diselenggarakan sudah puluhan tahun sejak kakek buyut mereka. Usai berkeliling kampung masyarakat, khususnya orang tua berkumpul di suatu tempat untuk memasak dan makan dadakan atau liwetan.

Tradisi Ngobor Muharaman diakhiri dengan tradisi liwetan dilakukan sambil membicarakan rencana kegiatan Tradisi Babakti atau Hajat Lembur. “Untuk tradisi Babakti atau Nyalametkeun Solokan dan Hajat Lembur sudah dilaksanakan sejak pertamakali masyarakat Cihideung bahkan Lembang merasakan dampak letusan gunung Tangkuban Perahu 1830-an,” ujar Yanto Susanto mengulang cerita orang tua dulu.

Akibat letusan gunung Tangkuban Perahu aliran sungai menuju perkampungan tertutup lumpur dan bahkan bebatuan dari letusan gunung Tangkuban Perahu. Untuk menyingkirkan lumpur dan bebatuan yang menutupi aliran sungai akhirnya warga menggelar tradisi Babakti atau Nyalametkeun Solokan (menyelamatkan sungai) dan tradisi tersebut hingga kini masih berlangsung.

Baca Juga: PPKM Level 4 Lanjut, Pasien Covid Sembuh Meningkat, Angka Kasus Covid Menurun

“Rencananya kami warga Desa Cihideung akan melakukan tradisi Babakti atau Nyalametkeun Solokan yang disambung dengan tradisi Irung-irung pada minggu depan. Karena tahun ini masih dalam kondisi pandemi Covid-19 dan terbentur aturan, maka tradisi hanya dilakukan oleh sesepuh kampung dan tokoh masyarakat desa Cihideung saja,” terang Yanto Susanto.

Sudah sejak jauh-jauh hari menurut Yanto Susanto, dari pemerintahan desa maupun kecamatan sudah mengingatkan bahwa tradisi Obor Muharaman menyambut Tahun Baru Islam dan disambung dengan tradisi Hajat Buruan atau Babakti ditiadakan tahun ini. “Tapi seperti tahun lalu, tetap saja masyarakat merayakan dengan spontan, kamipun dari sesepuh kampung sangat mengkhawatikan tradisi Irung-irung juga akan disambut antusias warga seperti halnya tahun lalu, ratusan warga desa tidak dapat dibendung,” ujar Yanto Susanto. (heriyano)***

Editor: Heriyanto Retno

Tags

Terkini

Terpopuler