Goa Jepang Kampung Karamat Gunung Sadu Nasibnya Kini

2 Juli 2023, 15:46 WIB
Salah satu goa peninggalan di kaki Gunung Sadu dari sekitar tigabelas goa di Kampung Karamat Desa Karamatmulya Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung kondisinya tidak terurus. /Portal Bandung Timur/Nur Laila Azizah/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Memang bukan hal baru, bila tinggalan cagar budaya ataupun tinggalan budaya dan bernilai sejarah disetiap daerah kondisinya tidak terpelihara. Bahkan tidak sedikit yang dibiarkan rusak di makan usia atau bahkan sengaja di rusak.

Goa Jepang di Kampung Karamat, Desa Karamatmulya, Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung, yang hanya berjarak 4.6 kilometer dari pusat kota Kabupaten Bandung Jawa Barat. Kondisinya tidak terurus, dipenuhi semak belikar dan bahkan menjadi tempat pembuangan sampah.

Sesuai dengan namanya Kampung Karamat, yang dalam bahas Sunda memiliki arti sebuah daerah yang daerah yang disucikan atau ada banyak hal yang ditabukan atau pamali di kampung tersebut. Bahkan kawasan Gunung Sadu sebuah daerah perbukitan dimana Kampung Karamat berada, pada masa lalu begitu sakralkan.   

Baca Juga: Benarkah Abattoir Bandoeng di Kota Cimahi Masuk Bangunan Cagar Budaya yang Patut Diselamatkan

Begitu memasuki Kampung Karamat suasana sudah terasa. Ternyata perkampungan di Desa Karamat Mulya, Kecamatan Soreang keberadaan Goa Jepang sudah di kenal. Walaupun tidak dikeramatkan, suasana mistis terasa di Goa Jepang itu.

Bau tanah yang lembab, rerumputan yang tidak terurus, serangga hutan yang membangun kehidupan di sana, dan suasana goa yang tidak terurus. Itulah daya tarik Goa Jepang yang sempat dijadikan destinasi wisata sejarah.

“Jumlah goa di di Kampung Karamat ada empat buah. Di kaki Gunung Sadu sendiri menurut sepengetahuan saya ada sekitar sembilan atau tigabelas lobang goa tinggalan penjajah Jepang,” terang Akun (50) seorang tokoh masyarakat Kampung Karamat, yang ditepat dibelakang rumahnya juga ada satu lobang goa tapi sudah tertimbun tanah longsor.

Baca Juga: Masjid Raya Bandung Kini, Butuh Perbaikan Pasca Renovasi Besar-besaran 2021

Cukup banyak ternyata jumlah goa peninggalan Jepang ini, sayang kini hanya empat goa saja yang nampak jelas keberadaannya. Padahal cukup indah jika semua goa tersebut terekspos , terlebih lagi jumlahnya yang cukup banyak tersebar di sekeliling kaki Gunung Sadu.

Bukan hanya tertimbun tanah longsor, menurut Akun, lobang goa yang tidak terawat juga tertutup bebatuan atau tembok dari goa. “Karena tertutup lama kelamaan tertutup pepohonan dan akhirnya tertutup sama sekali,” terang Akun, sambil menunjuk ke arah belakang rumahnya.

Tidak dapat kita salahkan nyatanya bencana alam juga ikut andil dalam mengubur sisa sejarah Jepang yang pernah singgah di Desa Karamat Mulya. Selain lokasinya yang berada di perbukitan labil, juga kawasan Soreang menjadi bagian dari jalur sesar aktif dan sering terjadi gempa bumi hingga mengakibatkan pergerakan tanah.

Selain Akun, cerita tentang goa-goa peninggalan penjajah Jepang juga diceritakan Ida (40) tetangga Akun. Diakuinya kalau dulu goa-goa Jepang menjadi tempat bermain anak-anak Kampung Karamat.

Kondisi salah satu goa peninggalan Jepang di Kampung Karamat Desa Karamatmulya Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung.
Diceritakan Ida ibu dua anak, dirinya sering di ajak bermain disekitar goa oleh kakaknya.  Tidur siang di dalam goa adalah hal biasa, karena kakaknya saat itu bermain di sawah dekat goa dan Ida di suruh untuk mennunggu di dalam goa.

“Gak ada rasa takut saat saya di tinggal sendirian di dalam goa oleh kakak saya, ohh iya… ada satu goa yang didalam nya seperti dipan tempat tidur” ujar Ida.

Masa itu goa  bersih tanpa ada segunduk sampah yang mengganggu keindahannya, karenanya Ida dan teman-temannya  betah suka berlama lama dan bermain di Goa Jepang. “Kini kesan itu sudah hilang, jauh dari kata nyaman jika melihat keadaannya sekarang,” ujar Ida.

Goa Jepang di Desa Karamatmulya menurut Ida dari cerita para orang tuanya, ada yang memiliki panjang hingga menembus Gunung Sadu, hingga menghubungkan satu kampung dengan kampung lainnya. “Dulu saya mendengar cerita dari Uwa, katanya goa ini ada yang menebus kampung sebelahnya, dulu Uwa saya pernah masuk ke dalam goa guna bersembunyi dari gerombolan,”  cerita Ida.

Baca Juga: Di Balik Dinding Rumah Bersejarah Inggit Garnasih, Ada Banyak Cerita Tentang Inggit dan Sang Proklamator

Namun akses jalan di dalam goa lambat laun tertutup akibat tertimbun tanah atau bebatuan goa. Bahkan kini tidak ada lagi masyarakat yang berani masuk karena khawatir tertimbun di dalam goa hingga tidak ada lagi yang tahu apakah akses jalan di dalam goa masih ada atau tidak.

“Beberapa bulan ke belakang saya sempat mengunjungi goa itu lagi, prihatin sekali saya melihatnya. Goa itu sangat tidak terurus dan cukup disayangkan padahal itu tinggalan sejarah yang semestinya mendapat perhatian dari pemerintah dan warga sekitarnya,” ujar Ida.

Memang cukup miris memang melihat keadaan Goa Jepang di kaki Gunung Sadu ini. Selain semak belukar yang menutupi, juga botol-botol bekas minuman dan sampah plastik, bahkan bekas pembakaran sampah pun ada di dalam goa.

Padahal di tahun 2014 Desa Karamatmulya mendapat pembangunan sarana prasarana penataan lingkungan masyarakat yang berdampak pada Goa Jepang Gunung Sadu. Penataan Goa Jepang dilakukan  untuk menjadikan objek wisata sejarah dan aAda banyak wisatawan yang datang untuk sekedar ingin tahu dan berswafoto.

Kondisi di salam salah satu goa peninggalan Jepang di Kampung Karamat Desa Karamatmulya Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung.
Tapi hanya mampu bertahan tidak sampai dua tahun.“Sempat di beri plang goa peninggalan Jepang di pinggir jalan raya, sebagai objek wisata sejarah” ujar Ida.

 Namun nyatanya sekarang pupus oleh waktu, “ Menurut saya memang kurang kesadaran dari warga sekitar goa Jepang itu, untuk mengurus Dan melestarikan goanya.”

Selain alasan bencana alam , alasan tersendiri warga ada beberapa goa yang sengaja di tutup itu karena keresahan warga sekitar terhadap goa tersebut ditakutkan ada ular serta alasan seringnya melihat goa Jepang itu di pakai tempat maksiat. Mulai dari pelarian bolos sekolah atau tempat minum-minum.

“Padahal jika suatu tempat memiliki potensi sebagai objek wisata, tentunya itu akan meningkatkan taraf pada sektor lainnya di masyarakat sekitar. Tentunya tidak hanya sekedar masalah ekonomi masyarakat sekitar tapi juga pembangunan desa secara menyeluruh ke arah yang lebih maju, dan tidak kalah pentingnya adalah masalah pelestarian tinggalan sejarah dan budaya,” tutup Ida.(Nur Laila Azizah)***

Editor: Heriyanto Retno

Tags

Terkini

Terpopuler