Situs Prasasti Perjuangan Kemerdekaan, Rumah Sejarah yang Mulai Terlupakan

7 Agustus 2023, 01:19 WIB
Situs Prasasti Perjuangan Kemerdekaan, rumah bersejarah Markas Laswi dan tercetusnya peristiwa Bandung Lautan Api di Kampung Babakan Caringin, Cipaaray Kabupaten Bandung. /Portal Bandung Timur/Hasna Nafa Nasihah/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Di depan rumah masih berdiri papan petunjuk yang dipasang Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bandung sudah menguning termakan karat. Tertulis dengan huruf kapital masih sangat jelas, ‘Situs Prasasti Perjuangan Kemerdekaan’.

Dibagian bawahnya tertulis, lokasi bangunan rumah di Kampung Babakan Caringin 01/05, Desa Ciparay Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung. Kemudian dalam keterangannya ditulis, Di tempat ini dulunya dipakai Markas Perjuang Kemerdekaan Indonesia diantaranya Mohammad Toha, Ibrahim Aji dan Aang Kunaefi untuk mengatur rencana penyerangan dan tempat berkumpulnya Laskar Wanita.

Rumah yang kini berlokasi di Jalan Toha Ramdan, Kampung Babakan Caringin Desa Ciparay Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung, menjadi tapak sejarah terjadinya peristiwa Bandung Lautan Api pada 24 Maret 1946. Di rumah yang masih terlihat asri terawat Mohammad Ramdan bersama Mohammad Toha dan Ibrahim Aji serta Aang Kunaefi mengatur rencana penyerangan, dan di rumah itu pula wanoja Bandung yang tergabung dalam Laskar Wanita berkumpul.

Baca Juga: Kyai Haji Zainal Mustafa Bersama Santrinya Gunakan Pedang Bambu Gombong Lawan Kampetai Jepang

Laskar Wanita Indonesia, organisasi wanita yang sangat populer pada masa revolusi ini dikenal sebagai sekelompok perempuan yang gigih dan rela berkorban untuk memperjuangkan kemerdekaan yang sering turun ke medan pertempuran. Tak terpisahkan dari sejarah bangsa dan perjuangan Indonesia, laswi menjadi pahlawan yang semangat berjuang sampai titik darah penghabisan.

Laskar Wanita Indonesia atau disingkat Laswi, aksi para perempuan sunda yang tangguh dan tak gentar akan senjata ini sangat heroik dalam perjalanan perjuangan Bandung. Maung Bikang julukan mereka atas keganasan di medan tempur, mereka bak mewarisi sifat seperti seekor singa yang pada zaman kolonial bikin ngeri para penjajah. Laswi menghadirkan pekik para perempuan yang rela berjuang melawan penjajah.

Laswi didirikan pada 12 Oktober 1945 di Bandung, Jawa Barat oleh Sumarsih Subiyati istri dari Arudji Kartawinata, yang saat itu merupakan Komandan Badan Keamanan Rakyat (BKR) Divisi III Jawa Barat. Anggota Laswi saat itu sangat beragam dan dari berbagai kalangan, mulai dari remaja, janda, ibu rumah tangga, hingga mereka yang berpendidikan tinggi.

Baca Juga: Ereveld Pandu Saksi Perang Dunia II, Antara Keheningan dan Kedamaian

Namun, pada awal pendiriannya, laswi sempat dainggap mempersulit para pejuang lainnya, tetapi hal itu ditepis oleh dua anggota Laswi, yaitu Soesilowati dan Willy, mereka perempuan hebat yang berani memenggal kepala penjajah.

Dalam perjalanan nya, Laswi yang turut andil dalam puncak pertemuran Bandung Lautan Api, pada 24 Maret 1946, ada satu rumah yang dijadikan markas oleh mereka, yang bertempat di Desa Ciparay, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, tepatnya di Jalan Toha Ramdan. Mengapa dinamakan Jalan Toha Ramdan? Karena, rumah tersebut pun sebelumnya pernah dijadikan markas oleh Mohammad Toha dan Mohammad Ramdan saat terjadinya peristiwa Bandung Lautan Api pada tahun 1946 untuk mengatur rencana penyerangan bersama dengan Ibrahim Adjie dan Aang Kunaefi.

Papan petunjuk Situs Prasasti Perjuangan Kemerdekaan yang sudah berkarat termakan usia.
Rumah tersebut dijadikan tempat berkumpulnya laswi untuk mengatur strategi melawan penjajah, dan juga dijadikan sebagai tempat penyimpanan persediaan makanan serta dapur umum oleh Laswi. Selain dijadikan markas oleh Laswi, rumah ini pun seperti yang tertera pada plakat atas nama Soetoko, Ciparay 2 Januari 1985, menyatakan bahwa rumah ini semasa revolusi kemerdekaan Indonesia menjadi markas Majelis Persatuan Perjuangan Priangan dan Resimen Tentara Perjuangan  atau MP3.

Dimana MP3 ini pada saat di Ciparay membentuk Resimen Tentara Perjuangan (RTP) yang selanjutnya bergabung dengan Divisi Siliwangi yang dibentuk pada 20 Mei 1946. Rumah ini dijadikan markas setelah adanya intruksi pengosongan Kota Bandung pada akhir Maret 1946.

Kini, rumah ini ada yang menjaga dan merawat oleh warga sekitar, bernama Didin yang kini berusia 70 tahun. Ia selalu membersihkan serta menjaga rumah tersebut. “Ayeuna mah bumi ieu di jagi we, di rawat da bumi ieu teh lebet kana cagar budaya, janten nya teu kenging dikukumaha, kusabab bumi ieu teh salah sahiji saksi sejarah. Tapi teu seuseur warga anu terang yen bumi ieu teh bersejarah, sareng ku aneh na teh teuaya anu tumaros, nya langki lah warga anu tumaros kana sejarah bumi ieu, terang na teh nya sakadar bumi we anu aya plangan ti pamarentah.” Ujar Didin.

Prasasti di depan rumah yang pernah dijadikan Markas Laswi dan tempat merencanakan pertempuran Bandung Lautan Api.
Rumah yang pada masa kolonial dijadikan markas itu kini menjadi bangunan cagar budaya yang berada dibawah dinas pariwisata dan kebudayaan. Rumah yang masih berdiri kokoh dan terawat itu tak banyak mayarakat yang tahu akan sejarahnya, khususnya masyarakat sekitar rumah tersebut, tak banyak yang mengetahui bahwa rumah tersebut kaya akan sejarah.

Tak jauh dari rumah ini terdapat suatu tempat yang kini digunakan untuk menggiling padi atau heleran, yang memiliki tulisan “Pahlawan” di atas bangunannya. Konon, dahulu tempat ini merupakan bioskop. Mungkin diberi nama “Pahlawan” karena terletak dekat dengan Situs Prasasti Perjuangan Kemerdekaan.

Di depan rumah ini pun ada sebuah masjid yang Bernama “Masjid Jami Perjoangan Al-Kasyfudin”. Menurut Didin, mengapa dalam penamaan nya ada kata “Perjoangan” sebab, masjid tersebut menjadi saksi atas perjuangan para pahlawan, khususnya para pahlawan yang pernah menempati markas yang ada di depannya itu, salah satu pahlawan nya itu adalah laskar wanita Indonesia. 

“Betapa senang nya ketika ada orang ataupun segilintir masyarakat yang berkunjung dan penasaran akan sejarah rumah ini,” tutup Didin dengan diiringi senyum ramahnya. (Hasna Nafa Nasihah)***

Editor: Heriyanto Retno

Tags

Terkini

Terpopuler