Seni Benjang, Asal Cibolerang yang Masih Tersisa Hingga Kini

- 3 Mei 2021, 00:48 WIB
Dua petarung seni benjang gelut saat menunjukan kepiawaiannya di atas panggung. Kesenian Benjang Gelut asal Kampung Ciborelang Cinunuk Kabupaten Bandung hingga kini masih terjaga keberadaannya.
Dua petarung seni benjang gelut saat menunjukan kepiawaiannya di atas panggung. Kesenian Benjang Gelut asal Kampung Ciborelang Cinunuk Kabupaten Bandung hingga kini masih terjaga keberadaannya. /Foto : Dokumen helmi abdul hamid

Baca Juga: World Dance Day 2021, 7 Jam Menari 70 Sanggar Tari dan 700 Penari

Alur pertandingan

Pemain benjang masuk ke dalam arena biasanya suka menampilkan ibingan dengan mengenakan kain sarung sambil diiringi musik tradisional yang khas, kemudian setelah berhadapan dengan musuh mereka membuka kain sarung masing-masing, berikut pakaian yang dipakai di atas panggung, yang tersisa hanya celana pendek saja dan  menandakan dirinya bersih, tidak membawa suatu alat maka pertandingan pun dimulai.

Penabuh alat-alat musik benjang dengan penuh semangat akan membunyikan tabuhannya dengan irama Bamplang (semacam padungdung dalam irama pencak silat), maka setelah mendengar musik dimulailah pertandingan benjang. dalam pertandingan benjang zaman dulu tidak ada wasit, pemain benjang itu bertanding dengan bersih dan sportif maka pihak yang kalah akan menerimanya walaupun mengalami cidera.

Sebab sebelumnya sudah mengetahui peraturan pertandingan benjang apabila salah seorang mengalami cidera tidak akan ada tuntutan. Seorang pemain benjang dinyatakan kalah setelah berada di bawah dalam posisi terlentang.

Baca Juga: Hingga Hari Ini, 300 Ribu Kasus Baru dan 2.771 Kematian Baru di India Akibat Covid Varian Baru  

Namun seiring berkembangnya zaman, ada beberapa ketentuan yang sekarang diadakan seperti adanya wasit, lalu adanya mantras untuk alas para pemain agar badan para pemain tidak langsung menghantam tanah atau lantai. Selain itu, sekarang ada ketentuan bagi para pemain yang akan melakukan benjang dengan melihat berat badan serta tinggi badan. Beda dengan benjang dahulu, yanga hanya mengutamakan  keberanian saja.

Benjang bukan hanya sekedar kesenian untuk hiburan semata atau bela diri yang hanya menggunakan otot saja, tapi lebih dari itu benjang sarat akan berbagai makna. Mulai dari awal pertandingan yang dibuka dengan membaca doa yang bertujuan untuk meminta keselamatan pada tuhan, dan ditutup dengan pemain yang saling berjabat tangan dan berpelukkan.

Hal tersebut menunjukkan bahwa benjang ini bisa dijadikan media untuk mendekatkan diri pada tuhan dan sebagai olah raga yang penuh akan sikap sportifitas. Sesuai dengan moto benjang, “bersih hate handap asor”, yang menang tidak boleh sombong dan yang kalah harus menerima kekalahannya.

Dalam kesenian benjang gulat ini pemain yang kalah akan dalam posisi nangkarak (terlentang) wajahnya melihat ke langit atau bintang, ini memiliki makna kita harus tetap mengingat tuhan meskipun dalam keadaan terpuruk. Sedangkan pemain yang menang atau mendindih lawan akan melihat tanah, ini berarti meskipun menang kita tidak boleh sombong karena kita akan kembali ke tanah (meninggal).

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah