Dari sisi pemilik, atau pengelola balong sendiri tidak begitu mempermasalahkan hal ini. Walau terkadang di beberapa kesempatan anak-anak ini agak menghambat, namun tidak dipermasalahkan karena inilah kebiasaan yang terjadi di desa ini.
Justru jika pada saat panen balong, tetapi tidak anak-anak atau ibu-ibu yang ikut turun rasanya seperti aneh karena terasa sepi karena peristiwa ngabedahkeun balong itu sendiri lebih kepada peristiwa sosial yang telah menjadi budaya dengan melibatkan beberapa dari masyarakat.
Sebuah tradisi yang telah dilakukan secara turun-temurun haruslah dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai tersendiri bagi para pelaku tradisi tersebut, seperti tradisi yang dilakukan pada saat ‘ngabedahkeun balong’ memiliki nilai kebersamaan yang kuat antar masyarakat. (hanifa rahmiati)***