Ketentuan Hukum Pidana untuk Perselingkuhan

1 Desember 2020, 05:00 WIB
Illustrasi perselingkuhan. /Pixabay/Tumisu/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Perselingkuhan mungkin terdengar biasa bagi seseorang tak pernah mengalaminya, namun bagi seseorang yang mengalaminya merupakan sebuah kejahatan pada kepercayaan pasangan dan psikologis.

Tidak sedikit diantaranya melakukan pembunuhan dan penganiayaan karena hal tersebut, hanya sedikit orang  bisa memaafkan perbuatan tersebut. Kekerasan bukanlah solusi di sebuah Negara Hukum, dimana ada kejahatan hukumlah yang ditegakkan.

Sebelum kita berbicara mengenai hukumnya maka ada baiknya kita mengingat, bahwa praduga atau segala sesuatu tanpa bukti tidak mempunyai nilai di mata hukum.

Baca Juga: Industri Perfilman Indonesia Paska Pandemi

Baca Juga: Tinjauan Geo-Historis Kaulinan Tradisional Kota Bandung

Maka apabila ingin melakukan laporan, anda harus memiliki saksi dan bukti, apabila tidak ada maka anda bisa dikenai pasal pencemaran nama baik ataupun laporan palsu. Untuk menjalankan penyidikan oleh polisi anda juga harus memiliki bukti permulaan yang cukup.

Berdasarkan pasal 284 KUHPidana ayat 1a Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, seorang pria telah kawin melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya dan ayat 1b seorang wanita telah kawin melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya.

Yang dimaksud oleh gendak di pasal tersebut berdasarkan KBBI adalah perempuan atau pria yang disukai diajak untuk berzina atau perempuan atau pria simpanan. Pasal 27 BW yang dimaksud dalam pasal ini adalah telah terikat perkawinan.

Baca Juga: Video Porno; Nyandu, Iseng atau Gejala Kejiwaan?

Baca Juga: Analisis Hukum Mengenai Pembunuhan Manusia

Dan bagi pasangan perselingkuhannya akan dikenai ancaman serupa, sebagaimana pasal 245 KUHPidana ayat 2a, “seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin” dan 2b, “seorang wanita telah kawinturut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.”

Namun berbeda dengan ketentuan pidana lainnya, ketentuan pidana pada pasal ini hanya boleh dilakukan apabila adanya pengaduan dari suami atau istri yang tercemar dan tidak bisa dilakukan dengan pengaduan orang lain yang tidak ada hubungan suami atau istri dengan pelaku sebagaimana pasal 284 ayat 2 tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.

Selain itu pengaduan ini bisa ditarik, dan tidak akan diproses apabila yang berkaitan tidak berkehendak lagi untuk melakukannya.

Baca Juga: Analisis Hukum Dibalik Sebuah Video Porno Pribadi

Baca Juga: Sérén Taun, Penghormatan Terhadap Padi

Dan untuk proses lebih lanjut dari pengaduan ini maka kedua pasangan harus berpisah sebagaimana ketentuan dari pasal 284 ayat 5, “Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.”

Maka sebelum pengaduan ini dilanjut, maka suami atau istri masih diberikan kesempatan untuk berpikir dua kali, bahkan untuk saling memaafkan, dan bermusyawarah. (Mfahmi)***

Editor: Agus Safari

Tags

Terkini

Terpopuler