Korban Tewas Dalam Kecelakaan Udara di Indonesia Terbesar di Dunia

11 Januari 2021, 07:30 WIB
Ilustrasi kecelakaan pesawat. /Pixabay/Murat ilgarlar/

PORTAL BANDUNG TIMUR – Masyarakat Indonesia kembali berduka usai Pesawat Boeing 737-500 milik maskapai penerbangan Sriwijaya Air hilang dari radar dan jatuh di perairan Kepulauan Seribu. Kecelakaan terjadi hanya empat menit setelah lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta.

Pesawat dengan 62 penumpang dan awak kapal sedang menuju Pontianak sebelum hilang dari radar, Sabtu 9 Januari 2021.

Musibah ini merupakan kecelakaan udara besar pertama di Indonesia sejak 189 penumpang dan awak Lion Air Boeing 737 Max tewas pada 2018. Dan peristiwanya nyaris sama persis, hanya beberapa saat setelah lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno Hatta.

Baca Juga: Tercatat 13 Meninggal 25 Luka, Kemungkinan Korban Longsor Masih Banyak

Aviasi di Indonesia memiliki peran penting dalam menghubungkan ribuan pulau di seluruh nusantara. Namun kecelakaan ini menimbulkan pertanyaan, seberapa aman dunia aviasi di Indonesia?

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, membentang sepanjang 5.120 kilometer dari timur ke barat dan 1.760 kilometer dari utara ke selatan. Terdiri dari 13.466 pulau, dengan 922 pulau di dihuni secara permanen.

Berkat pertumbuhan kelas menengah, ledakan maskapai penerbangan bertarif rendah dalam dekade terakhir, dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, banyak pelancong domestik beralih dari transportasi darat dan laut ke perjalanan udara yang lebih cepat dan nyaman.

Baca Juga: Marinir TNI AL Menemukan Banyak Serpihan Antara Pulau Laki dan Lacang

Berdasarkan data dari Bank Dunia, antara 2009 dan 2014, jumlah penumpang udara di Indonesia mengalami peningkatan lebih dari tiga kali lipat, dari 27.421.235 penumpang menjadi 94.504.086 penumpang.

Indonesia menduduki peringkat kedua dalam pertumbuhan industri penerbangan tercepat di dunia setelah China dalam hal pesanan pesawat dan nilai bisnis. Namun, masalah keamanan menjadi masalah yang terus berlanjut di Indonesia.

Pada tahun 2007, Uni Eropa melarang semua maskapai penerbangan Indonesia setelah serangkaian kecelakaan dan laporan tentang penurunan pengawasan dan pemeliharaan sejak deregulasi pada akhir 1990an. Pelarangan dicabut pada tahun 2018.

Baca Juga: Korban Tanah Longsor Cimanggu Dibantu Kementerian Sosial

Menurut database Aviation Safety Network, sebelum kecelakaan Sriwijaya Air, lebih banyak orang tewas dalam kecelakaan udara di Indonesia daripada di negara lain selama dekade terakhir.

Sejak tahun 1919, telah terjadi 153 kecelakan udara fatal di Indonesia, dengan 3039 korban meninggal.

Namun berkat serangkaian pengembangan dalam program keamanan penerbangan, aviasi Indonesia masuk Kategori 1 di FAA's International Aviation Safety Assessment Program (IASA), atau memenuhi standar yang telah ditetapkan International Civil Aviation Organization (ICAO).

Baca Juga: Presiden Sampaikan Belasungkawa

Hasil Program Audit Pengawasan Keamanan Universal ICAO, aviasi di Indonesia melebihi rata-rata global dalam hal Perizinan, Operasi, Kelaikan Udara, Investigasi Kecelakaan, Layanan Navigasi Udara, dan Aerodrome, sehingga penerbangan di Indonesia dinilai sangat aman.

Bahkan maskapai kebanggaan masyarakat Indonesia, Garuda Indonesia, masuk dalam daftar maskapai dengan peringkat Bintang 5 milik Skytrax. Sebuah daftar yang hanya dihuni 10 maskapai lainnya dari seluruh dunia seperti Lufthansa, Qatar Airways, dan Korean Air.

Dilansir dari Skytrax, Untuk mencapai peringkat Bintang 5, layanan staf atau standar produk harus memenuhi atau menetapkan praktik terbaik global untuk item yang sedang dievaluasi.

Baca Juga: Hak Korban Sri Wijaya Air SJ-182 Segera Diurus

Untuk analisis produk, ini adalah item yang jelas dan nyata, dan untuk penilaian layanan Skytrax mencari semua aspek dukungan keunggulan dengan konsistensi sejati. (Sebuah maskapai penerbangan tidak harus meraih Bintang 5 untuk setiap elemen kriteria peringkat). (adi hermanto)***

Editor: Heriyanto Retno

Tags

Terkini

Terpopuler