Mengenal Kode Etik Pengacara atau Advokat Terhadap Kliennya

- 23 Desember 2020, 11:00 WIB
/Pixabay/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Kode etik profesi adalah sebuah aturan mengikat yang harus dijalankan dan dipatuhi oleh profesi tersebut baik diantaranya memiliki sanksi hukum maupun administratif.

Namun tidak semua orang bisa memegang teguh kode etik profesi, maka orang tersebut dapat kita sebut sebagai amatir atau oknum.

Harus kita pahami bahwa kode etik ini adalah wajah dari nama baik dari sebuah profesi dan apabila tidak dipatuhi maka akan mencoreng nama baik profesi. Setiap orang dalam menjalani profesinya tentu paham bahaya, konsekuensi dan kewajiban dari profesinya.

Baca Juga: 500 Sapi Perah Australia Lahir di Garut

Pengacara, dalam menjalankan profesinya mempunyai kode etik yang dibuat oleh Komite Kerja Advokat Indonesia, pembuatan kode etik ini didasari oleh UU Nomor 18 tahun 2003 Pasal 26 ayat 1,  “ Untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi Advokat, disusun kode etik profesi Advokat oleh Organisasi Advokat.”

Dan semua Advokat wajib dalam memenuhi kode etik tersebut sebagaimana pada pasal 25 ayat 2, “Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi Advokat dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.”

Dan untuk pengawasannya diberikan kepada Organisasi yang berwenang, sanksi yang diberikan dapat dikenai teguran, pemberhentian sementara, dan pemberhentian permanen, adapun unsur pidana didalamnya akan tetap dijalankan tanpa harus menunggu keputusan Dewan Advokat.

Baca Juga: Kasus COVID-19 Kota Bandung Kembali Merangkak Naik

Dalam kode etiknya Advokat mempunyai kode etik bagi dirinya, klien, rekan sejawat, dan proses pelaksanaan profesi. Kode etik Advokat bagi dirinya, kurang lebih berbicara mengenai tanggung jawab secara moral dalam mengambil pekerjaan, menangani klien dan sebagainya.

Advokat dalam perkara-perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai.

Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang diurusnya. Sedangkan dalam menangani klien berdasarkan Kode etik Advokat Indonesia tanggal 23 Mei 2002 pasal 4 adalah;

kesatu, Advokat tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan menang.

Kedua, dalam menentukan besarnya honorarium Advokat wajib mempertimbangkan kemampuan klien.

Ketiga, Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.

Baca Juga: Pemkab Purwakarta Targetkan 5 Ribu Peserta BPJS

Keempat, Advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan perhatian yang sama seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa.

Kelima, Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar hukumnya.

Keenam, Advokat wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien secara kepercayaan dan wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara Advokat dan klien itu.

Ketujuh, Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang bersangkutan, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a.

Baca Juga: Wisatawan Masuk Jabar Kedapatan Positif, Dipaksa Putar Arah

Kedelapan, Advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan tersebut, apabila dikemudian hari timbul pertentangan kepentingan antara pihak-pihak bersangkutan.

Kesembilan, Hak retensi Advokat terhadap klien diakui sepanjang tidak akan menimbulkan kerugian kepentingan klien.

Selain itu dalam mengurus perkara, apabila perkara tersebut sebelumnya pernah diurus oleh pengacara lain maka berdasarkan kode etik pengacara pasal 5e, pengacara tersebut harus menerima surat pencabutan kuasa pengacara sebelumnya dari klien.

Baca Juga: Salah, Anggapan Ibu Hamil dan Lansia Tidak Perlu Divaksin

Dan berdasarkan pasal 5f pengacara sebelumnya “wajib memberikan kepadanya semua surat dan keterangan penting untuk mengurus perkara itu, dengan memperhatikan hak retensi Advokat terhadap klien tersebut”.

Perihal advokat dalam menjalankan tugasnya berbeda paham dengan klien, Advokat dapat mengundurkan diri dari perkara yang akan dan atau diurusnya apabila timbul perbedaan dan tidak dicapai kesepakatan tentang cara penanganan perkara dengan kliennya. (Mfahmi)***

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah