PORTAL BANDUNG TIMUR - Gotong royong merupakan spirit dasar yang menjadi energi utama masyarakat desa. Saat ini, spirit gotong royong tersebut mulai terkikis oleh sikap pragmatisme yang semakin menguat akibat perubahan gaya hidup sebagai dampak kapitalisme global yang memasuki ruang-ruang kehidupan kita sehari-hari.
Spirit gotong royong sejatinya adalah ruh bangsa Indonesia dalam membangun kehidupan sosial yang harmoni dan kokoh. Oleh karena itu, nilai-nilai kearifan lokal ini perlu terus digali dan dikuatkan kembali.
Dalam konteks kekinian, penggalian nilai-nilai kearifan lokal itu di antaranya dilakukan melalui penyelenggaraan festival seni budaya yang dapat menggugah kembali spirit tersebut, yakni Festival Ngubek Beber.
Baca Juga: Tayang di Disney Hotstar Hari Ini, Film KKN di Desa Penari yang Sempat Menuai Kontroversi
Pada saat yang sama, Festival Ngubek Beber juga menjadi bentuk upaya pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui potensi kearifan lokal. Selain itu, penggalian spirit gotong royong ini diintegrasikan dalam kegiatan edukasi lingkungan.
Hal itu didasari atas keprihatinan terkait fenomena kerusakan lingkungan yang telah menjadi persoalan global dan menjadi perhatian banyak kalangan, termasuk di desa-desa. Kerusakan lingkungan itu di antaranya terjadi di wilayah Kecamatan Cikelet Kabupaten Garut, yang salah satunya berdampak pada musibah banjir besar tahun 2009.
Sejak peristiwa tersebut, sejumlah upaya dilakukan untuk mendorong kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup. Salah satu upaya tersebut adalah dengan menjadikan wilayah muara/beber sebagai tempat melakukan edukasi tentang pentingnya pelestarian lingkungan berbasis budaya.
Baca Juga: Wifi di Taman Kota Bandung di Jamin Kembali Berfungsi
Disajikan dalam Festival Ngubek Beber, yang digagas Iip Sarip Hidayana, dosen ISBI Bandung sekaligus pegiat budaya di Cikelet. Ngubek Beber adalah istilah dalam Bahasa Sunda yang artinya menangkap ikan bersama-sama di muara sungai.
Muara ini merupakan titik akhir sungai sebelum bertemu dengan laut. Pada masa lalu, kegiatan ini menggambarkan tradisi gotong royong masyarakat dalam mewujudkan kebersamaan dan harapan. Dalam tradisi lisan masyarakat Cikelet, tradisi ini sudah ada sejak lama, dan biasanya dilaksanakan menjelang datangnya bulan suci ramadan.