Abdul Hamid Shiddiqi Sumbangsih Bagi Filsafat Sejarah

- 30 Januari 2024, 21:35 WIB
A Philosophical Interpretation Of History salah satu buku monumental karya Abdul Hameed Siddiqui.
A Philosophical Interpretation Of History salah satu buku monumental karya Abdul Hameed Siddiqui. /Tangkapanlayar Book Story/

Abdul Hamid Shiddiqi memberikan penafsiran sejarah yang didasarkan dari Al-Qur’an,  diantaranya aspek yang diungkapkan  bahwa persoalan dan peran moralitas manusia sebagai unsur sejarah yang utama. Filsafat sejarah berpangkal dari keinginan untuk mendapatkan jawaban atas dua soal esensial yaitu mengapa dan bagaimana.

Menurut Abdul Hamid Shiddiqi kemajuan dan kemunduran setiap bangsa bergerak  dalam hukum yang pasti sehingga tidak berjalan serampangan ,tetapi teratur dan terpola. Suatu bangsa atau Masyarakat di dunia akan mencapai puncak kejayaan  dan kemakmuran krektivitas dan moral manusia. Kemunduran dan kemerosotan suatu bangsa di sebabkan karna dua faktor .

Faktor utama yang disebab kan oleh kerusakan dan evolutif yaitu kerusakan secara berharap atau secara perlahan-lahan dalam berbagai aspek kehidupan Masyarakat dan negara. Faktor ke dua disebabkan adanya gejala atau tanda-tanda kearah kehancuran yang tidak bisa dihindarkan di suatu masyarakat maupun negara dan bangsa ,sehingga kehancuran hanya tinggal menunggu waktu.

Terkait dengan hal tersebut Abdul Hamid Shiddiqi mengungkapkan, “Dan kehidupan ini ada hukum-hukum yang laras, dalam mana kekuasaannya berlaku serta bergerak kedepan dan ke belakang. Inilah sebabnya mengapa  ketika mencermerlangkan suatu bangsa tertentu ada pula bangsa lainnya yang  menurun.

Kemajuan atau kemunduran bangsa-bangsa itu bergerak di seputar hukum yang pasti dan karenanya taka da sesuatu pun yang berjalan secara serampangan. Bangsa-bangsa di dunia ini akan mencapai puncak kemajuan dan kemakmuran setelah terlebih dahulu mengembangkan dalam dirinya sifat-sifatnya khusus. Sebaliknya bangsa-bangsa yang mengalami kemunduran terlebih dahulu telah di rasuki oleh kelemahan kelemahan yang menggerogoti sendi-sendi kemasyarakatan dan melumpuhkan daya hidupnya.

Apa yang diungkapkan Abdul Hamid Shiddiqi sesuai dengan maksud Al-Qur’an surah Al-Anfal ayat 53, yang artinya “Yang demikian itu adalanh karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugrahkan-Nya kepada sesuatu kaum. Hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri dan sesungguhnya Allah maha Mendengar lagi maha Mengetahui."

 “Kejadian ini yaitu menyiksa orang-orang Quraisy adalah karena mereka mengingkari nikmat-nikmat Allah. Ketika Allah menggutus seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan ayat-ayat-Nya, lalu mereka mendustakan, bahkan mengusirnya dari negerinya, lalu memerangi terus-menerus.

Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosa mereka. Yang demikian ini membuktikan sunatullah yang telah berlaku sejak dahulu. Allah tidak mengubah suatu nikmat yang telah berlaku sejak dahulu. Allah tidak mengubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, sehingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.

Ayat ini mengandung isyarat, bahwa nikmat-nikmat pemberian Allah yang diberikan kepada umat atau perorangan. Selalu dikaitkan  kelangsungannya dengan akhlak dan amal mereka itu sendiri.

Jika akhlak dan perbuatan mereka terpelihara baik, maka nikmat pemberian Allah itu pun tetap berada bersama mereka dan tidak akan dicabut. Allah tidak akan mencabutnya, tanpa kezaliman dan pelanggaran mereka. Akan tetapi, manakala mereka sudah mengubah nikmat-nikmat itu yang berbentuk akidah, akhlak, dan perbuatan baik, maka Allah akan mengubah keadaan mereka dan akan mencabut nikmat pemberian-Nya dari mereka sehingga yang kaya jadi miskin yang mulia jadi hina dan yang kuat jadi lemah.

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah