Ketua Arbitrators Institute: Perlunya Amandemen UU Mengenai Arbitrase

- 11 Desember 2020, 11:00 WIB
Arbitrase bisa terjadi ketika dua pihak menyetujuinya, dalam metode penyelesaian sengketa  serta diperkukan kesepakatan antara kedua pihak yang bersengketa.
Arbitrase bisa terjadi ketika dua pihak menyetujuinya, dalam metode penyelesaian sengketa serta diperkukan kesepakatan antara kedua pihak yang bersengketa. /Portal Bandung Timur/May Lodra/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Arbitrase adalah penyelesaian alternatif sebuah sengketa selain dari pengadilan, namun berbeda dengan penyelesaian sengketa lain, layaknya Pengadilan keputusan Arbitrase ini adalah mempunyai keputusan hukum yang tetap. Arbitrase tidak saja dilaksanakan dari segi hukum namun dari segi-segi lain menurut keahliannya.

Namun dalam perkembangannya Undang-Undang mengenai Arbitrase masih belum disesuaikan dengan perkembangan jaman dan masih menggunakan UU Nomor 30 Tahun 1999 mengenai Arbitrase dan penyelesaian Sengketa Alternatif. Pada Hari Kamis, 10 Desember 2020 Ketua Arbiter Indonesia (IArbI) menyampaikan pada sambutanya perlunya perubahan pada sektor hukum UU Indonesia mengenai Arbitrase.

Dilansir dari sambutan Ketua IArbl Dr.Ir. Agus G. Kartasasmita, MSc., M.T., M.H., FCBArb.: Indonesian Arbitrators Institute (IArbI), didirikan pada 10 Desember 2012. Berfokus pada pengembangan keterampilan, kompetensi, pengetahuan, dan pemahaman tentang arbitrase, serta mempromosikan, mensosialisasikan, dan mempublikasikan hal-hal terkait arbitrase. IArbI juga bekerja sama dengan lembaga nasional, regional, dan internasional.

Baca Juga: Perencanaan dan Pelaporan Hasil Pengendalian Pemkab Kuningan Akan Berbasis IT

Baca Juga: Saksikan Stray Kids dan GOT7 Rayakan Ulang Tahun Shopee Dalam TV Show Shopee 12.12 Birthday Sale!

Anggota IArbI adalah orang-orang yang telah terlibat dalam proses persidangan arbitrase sekurang-kurangnya dalam 3 (tiga) perkara. Meskipun demikian, seseorang yang tidak memiliki pengalaman dalam proses arbitrase dapat dianggap sebagai anggota dengan memenuhi persyaratan tertentu, seperti mengikuti pelatihan atau pendidikan tertentu yang diselenggarakan oleh  IArbI atau lembaga lain yang diakui.

Sejak 2014, IArbI menjalankan peran penting dalam perkembangan Arbitrase di Indonesia dengan mengadakan pelatihan arbitrase. Pelatihan dan kegiatan dihadiri oleh perwakilan firma hukum, pusat arbitrase, badan usaha, badan pemerintah, badan usaha milik pemerintah, dan akademisi.  IArbI juga mengadakan Short Talk Events, kelas pakar bagi anggota IArbI, membahas topik tertentu, untuk memperkaya pengetahuan anggotanya tentang arbitrase dan undang-undang terkait.

Saat ini IArbI sedang melakukan kajian terkait amandemen Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Sebagaimana kita ketahui bahwa UU No. 30 tahun 1999 telah berlaku lebih dari 20 tahun. Dalam perkembangannya, penyelesaian sengketa tentu telah mengalami berbagai perkembangan baik dalam praktek internasional maupun domestik. Untuk itulah, revisi ketentuan dalam UU No. 30 Tahun 1999 sangat mendesak untuk direvisi agar lebih relevan sesuai dengan perkembangan zaman.

Baca Juga: Pemerintah Daerah Harus Kerja Keras Tangani COVID-19

Baca Juga: 480 Jafung Kabupaten Kuningan Dilantik Secara Virtual

Hal utama yang harus diperhatikan dalam amandemen substansi UU No. 30 Tahun 1999 salah satunya, tidak adanya regulasi tentang arbitrase internasional. Undang-undang ini terdiri dari 82 pasal: satu pasal tentang praktik penyelesaian sengketa alternatif, 76 pasal tentang arbitrase nasional dan hanya lima pasal tentang pelaksanaan putusan arbitrase internasional. Perlu juga dicatat bahwa Indonesia belum mengadopsi UNCITRAL Model Law.

Pembentukan regulasi arbitrase Indonesia yang sejalan dengan praktik arbitrase internasional tampaknya menjadi fokus utama dalam isu amandemen UU No. 30 tahun 1999. Namun selain itu, amandemen masalah lain seperti bagaimana mengatur Alternatif Penyelesaian Sengketa juga penting, karena terdapat beberapa rekomendasi untuk mengajukan Alternatif Penyelesaian Sengketa secara terpisah dalam undang-undang yang berbeda.

Berbagai upaya untuk merevisi Undang-Undang ini telah dilakukan dengan meningkatkan intensitas pertemuan dan diskusi dengan pemerintah, lembaga peradilan, dan parlemen mengenai rencana amandemen Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999.

Baca Juga: Saksikan Stray Kids dan GOT7 Rayakan Ulang Tahun Shopee Dalam TV Show Shopee 12.12 Birthday Sale!

Baca Juga: Wali Kota Bandung Lantik 104 Pejabat Fungsional

Pandemi Covid-19 jelas mempengaruhi semua aktivitas yang dilakukan oleh  IArbI. Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa daerah di Indonesia, termasuk Jakarta, membuat kegiatan sulit dilakukan secara konvensional. Menghadapi tantangan keterbatasan mobilisasi, IArbI telah melakukan perubahan dengan mengubah sebagian besar pelaksanaan kegiatan secara online, baik untuk pelatihan maupun diskusi virtual. Sejak Januari 2020,  IArbI telah menyelenggarakan 6 kelas pelatihan diikuti oleh 124 peserta, dan 3 diskusi akademik melibatkan lebih dari 1000 peserta dari berbagai organisasi profesi dan perguruan tinggi.

Terakhir, saya ingin menegaskan bahwa, ke depan, IArbI akan terus memprioritaskan kegiatannya pada perbaikan tata kelola kelembagaan, memberikan rekomendasi usulan amandemen UU No. 30 tahun 1999, dan berkomitmen untuk meningkatkan pertukaran informasi dan kegiatan terkait arbitrase antar anggota RAIF.

Demikian isi sambutan dari HUT IArbI ke 8 dari Ketua Institut Arbiter Indonesia, yang pokoknya mengharapkan perubahan dari UU Arbitrase agar menyesuaikan dengan UNCISTRAL dan perkembangan dunia. (Mfahmi)***

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x