Merindu Udara Suasana Panggung Teater

- 11 Desember 2020, 12:00 WIB
SALAH satu adegan ‘Jambangan Yang Pecah’ dari naskah yang diadaptasi (alm) Suyatna Anirun dari naskah aslinya ‘Der Zerbrochene Krug’ karya  Bernd Heinrich Wilhelm von Kleist asal Oder Frankfurt Jerman yang dipentaskan kelompok teater Studiklub Teater Bandung di Gedung Kesenian Rumentang Siang, Kosambi Bandung.
SALAH satu adegan ‘Jambangan Yang Pecah’ dari naskah yang diadaptasi (alm) Suyatna Anirun dari naskah aslinya ‘Der Zerbrochene Krug’ karya Bernd Heinrich Wilhelm von Kleist asal Oder Frankfurt Jerman yang dipentaskan kelompok teater Studiklub Teater Bandung di Gedung Kesenian Rumentang Siang, Kosambi Bandung. /Portal Bandung Timur/Heriyanto Retno/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Ini tentang pegelaran teater ‘Jambangan Yang Pecah’ dari naskah yang diadaptasi (alm) Suyatna Anirun dari naskah aslinya ‘Der Zerbrochene Krug’ karya  Bernd Heinrich Wilhelm von Kleist asal Oder Frankfurt Jerman.

Sebuah pegelaran seni teater dari kelompok teater Studiklub Teater Bandung, yang diinisiasi UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Jawa Barat yang dipentaskan di Gedung Kesenian Rumentang Siang, Jalan Baranang Siang Kosambi Bandung.

Hal cukup menarik dari pegelaran ‘Jambangan Yang Pecah’ bukan hanya pada alur cerita yang disampaikan pada penonton kala itu. Tetap juga kekuatan kelompok teater Studiklub Teater Bandung dalam menghadirkan suasana pedesaan kecil di Kuningan, plus dengan logat dan gaya tutur bahasanya.

Baca Juga: Ketua Arbitrators Institute: Perlunya Amandemen UU Mengenai Arbitase

Baca Juga: Pemerintah Daerah Harus Kerja Keras Tangani COVID-19

Semisal saat adegan percakapan antara juru tulis dengan Kuwu Adam. Wajah Ulis (juru tulis desa) menyeringai saat menyaksikan kening Kuwu Adam benjol sebesar telor ayam kampung, dan lebih kaget lagi saat melihat kaki kanan pimpinannya pincang dan dibebat perban.

Melihat wajah Ulis, tanpa ditanya Kuwu Adam langsung berkisah ihwal kepala botaknya yang benjol dan terluka, serta kakinya yang pincang diperban. Semula mengatakan bahwa kepala benjol dan kaki pincang akibat terjatuh di teras, lalu berubah cerita bahwa semua berawal saat dirinya tersandung tambang ikatan kambing lalu diseruduk kambing, lalu berganti lagi kalau semuanya karena kucing yang melahirkan di kupluknya.

Hingga akhirnya asal-muasal kepala Kuwu Adam benjol dan kakinya pinncang terkuak saat terjadi kegaduhan di Bale Desa. Keributan antara Bu Marto dengan Darta pacar Siti Hawa anak Bu Marto, akibat Bu Marto menuduh Darta telah memecahkan jambangan keramik kesayangannya peninggalan suaminya.

Baca Juga: Perencanaan dan Pelaporan Hasil Pengendalian Pemkab Kuningan Akan Berbasis IT

Baca Juga: Maman Abdurahman Ramaikan Youth Juggling Competition

‘Der Zerbrochene Krug’ karya  Bernd Heinrich Wilhelm von Kleist asal Oder Frankfurt Jerman menceritakan konplik yang terjadi dipedesaan Jerman. Sementara (Alm) Suyatna Anirun, mengadaptasikannya lewat ‘Jambangan Yang Pecah’ dengan suasana disalah satu pedesaan kecil di Kuningan Jawa Barat.

Namun, pengadaptasian naskah mampu di interprestasikan dan juga dipresentasikan lewat gaya yang sangat lugas dan mudah dicerna. Belum lagi kekuatan ‘Jambangan Yang Pecah’ juga ada pada tata artistik panggung yang dipulas perupa Diyanto.

Semisal saat adegan Kuwu Adam berdialog dengan Ulis diteras rumah,penataan teras rumah yang lengkap dengan dua pilar rumah layaknya rumah pembesar di pedesaan menjadi nilai tambah.

Baca Juga: Drama Korea Search, Kisah Pasukan Khusus Militer

Baca Juga: Saksikan Stray Kids dan GOT7 Rayakan Ulang Tahun Shopee Dalam TV Show Shopee 12.12 Birthday Sale!

Belum lagi dengan ornamen teras yang dihiasi lampu gantung antik dan sepasang kursi berukir serta lukisan dinding semakin menguatkan cerita. Saat adegan beralih di Bale Desa selain kursi kerja lengkap dengan perabotannya, juga kursi panjang untuk warga yang mengadu atau ada urusan dengan pemimpin mereka, penonton sudah dapat menterjemahkan bahwa kegaduhan sedang terjadi di Bale Desa.

Naskah ‘Der Zerbrochene Krug’ sudah ratusan kali dipentaskan dan juga diadaptasi oleh para seniman teater. Demikian pula halnya di tanah air, lewat ‘Jambangan Yang Pecah’, sudah tidak terhitung berapakali dipentaskan.

Namun setiap kali dipentaskan, tidak pernah mendatangkan kebosanan. Bahkan kelakar dan tingkah para pemainnya selalu mengundang tawa.

Baca Juga: 480 Jafung Kabupaten Kuningan Dilantik Secara Virtual

Baca Juga: Disporapar Sukabumi Susun Calendar of Event 2021

Seni panggung di tanah air memang sedang dirundung kegelisahan, apalagi ditengah masa pandemi COVID-19 yang tidak tentu kapan akan berkesudahan, tidak terkecuali di Kota Bandung ini yang sangat kaya akan potensi para pemainnya dan datang silih berganti. Tapi ketersedian kesempatan untuk mementaskan karya karena berbagai alasan klise membuat para pemain teater di kota ini seakan terbatasi ruang geraknya.

Memasuki tahun 2016 UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Jawa Barat yang kala itu masih Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat, pernah menyusun sederetan program seni lakon untuk dipentaskan di Gedung Kesenian Rumentang Siang, Jalan Baranang Siang Kosambi Bandung, yang pengelolaannya diserahkan langsung dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat.

Meski tanpa ditopang dana yang mumpuni, Taman Budaya Jawa Barat, kala itu melalui kedekatan dengan pelaku seni dapat mementaskan satu hingga tigakali pertunjukan. Namun, memasuki tahun 2018 seiring perubahan nomenklatur Taman Budaya Jawa Barat menjadi UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Jawa Barat, sejumlah pelaku seni berharap dapat kembali mengelola gedung kesenian yang penuh nilai sejarah bagi para pesohor seni di tanah air.

Baca Juga: Sekolah Lakukan KBM Tatap Muka Masih Dikaji

Baca Juga: Review Mobile Game War of The Visions Final Fantasy Brave Exvius versi Terbaru

Namun yang terjadi, justru jumlah kegiatan kembali surut dan puncaknya pada masa pandemi COVID-19 sekarang ini. Belum ada satupun kelompok seni yang naik ke atas panggung.

Sejumlah pelaku seni teater mengaku sudah sangat rindu akan udara di dalam gedung pertunjukan Rumentang Siang. Demikian pula dengan penikmat seni panggung, merasakan hal yang sama. Namun entah sampai kapang pandemi ini akan berakhir. (heriyanto)***

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x