Human Rights Watch, Sudah Dua Dekade Amerika Serikat TIdak Kunjung Beri Kompensasi Tahanan di Irak

27 September 2023, 23:50 WIB
Human Rights Watch pastikan Amerika Serikat gagal beri kompensasi terhadap 100 ribu tahanan di penjara yang dikelola Amerika Serikat. /Pixabay/

 

PORTAL BANDUNG TIMUR – Human Rights Watch pastikan Pemerintah Amerika Serikat telah gagal memberikan kompensasi kepada warga Irak yang disiksa atau dianiaya pasukan Amerika Serikat di penjara Irak yang dikelola Amerika Serikat. Sekitar 100.000 warga Irak ditahan oleh AS dan sekutu koalisinya antara tahun 2003 dan 2009 setelah invasi AS ke Irak pada tahun 2003.

“Dua puluh tahun kemudian, warga Irak yang disiksa oleh personel AS masih belum memiliki jalur yang jelas untuk mengajukan tuntutan atau menerima ganti rugi atau pengakuan apa pun dari pemerintah AS,” kata , Sarah Yager Direktur Human Rights Watch di Washington, Rabu 27 September 2023 waktu setempat.

Dikatakan Sarah Yager, dua dekade setelah muncul bukti bahwa pasukan Amerika Serikat menganiaya narapidana di penjara yang mereka kelola di Irak,Pemerintah Amerika Serikat belum memberikan kompensasi.  Ada sekitar 100.000 warga Irak ditahan oleh AS dan sekutu koalisinya antara tahun 2003 dan 2009 setelah invasi AS ke Irak pada tahun 2003.

Baca Juga: Pengadilan Irak Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Donald Trump

Human Rights Watch dan organisasi lainnya menurut Sarah Yager,  mendokumentasikan penyiksaan dan pelecehan lainnya yang dilakukan pasukan Amerika Serikat di Irak. Orang-orang yang selamat dari pelecehan telah menceritakan perlakuan yang mereka derita, namun hanya menerima sedikit pengakuan dari pemerintah Amerika Serikat dan tidak ada kompensasi.

“Para pejabat Amerika Serikat telah mengindikasikan bahwa mereka lebih memilih untuk meninggalkan penyiksaan di masa lalu, namun dampak jangka panjang dari penyiksaan masih menjadi kenyataan sehari-hari bagi banyak warga Irak dan keluarga mereka,” ujar Sarah Yager sebagaimana dikutip dari situs berita Arab News.

Lebihlanjut dikatakan Sarah Yager, antara April dan Juli 2023, Human Rights Watch mewawancarai mantan tahanan di penjara Abu Ghraib yang terkenal bernama Taleb Al-Majli dan tiga orang anonim yang mengetahui penahanannya, dan kondisinya setelah pembebasannya.

Baca Juga: Jutaan Warga di Kota Besar Amerika Terancam Akibat Hutan Terbakar

Ia mengaku sebagai salah satu pria dalam foto yang beredar luas yang memperlihatkan sekelompok tahanan telanjang dan berkerudung bertumpukan satu sama lain dalam piramida manusia, sementara dua tentara AS tersenyum di belakang mereka.

“Dua tentara Amerika, satu laki-laki dan satu perempuan, memerintahkan kami untuk telanjang. Mereka menumpuk kami sebagai tahanan di atas satu sama lain. Saya adalah salah satunya,” kata Al-Majli.

Al-Majli mengatakan bahwa pasukan Amerika Serikat menahannya ketika dia mengunjungi kerabatnya di provinsi Anbar pada tahun 2003. Ketika terjadi penangkapan terhadap pria tua dan anak laki-laki di desa tempat dia tinggal.

Setelah ditahan selama beberapa hari di pangkalan militer Habbaniya dan di lokasi yang tidak diketahui di Irak, pasukan Amerika Serikat memindahkan Al-Majli ke penjara Abu Ghraib. “Saat itulah penyiksaan dimulai. Mereka mengambil pakaian kami. Mereka terus-menerus mengejek kami sementara mata kami ditutup dan kepala kami ditutup. Kami sama sekali tidak berdaya. Saya disiksa oleh anjing polisi, bom suara, tembakan tajam, dan selang air,” katanya.

Human Rights Watch menurut Sarah Yanger,  kisah penahanan di Abu Ghraib dapat dipercaya dan bahwa Al-Majli memberikan bukti yang menguatkan. Termasuk kartu identitas tahanan dengan nama lengkap, nomor narapidana dan blok sel, yang menurutnya dikeluarkan oleh pasukan Amerika Serikat di Abu Ghraib setelah mengambil fotonya, pemindaian iris mata dan sidik jari.

Baca Juga: Di Laut China Selatan, Pesawat Tempur Angkatan Udara China Bermanuver di Depan Peswat Amerika Serikat

Al-Majli juga menunjukkan kepada Human Rights Watch sebuah surat yang diperolehnya pada tahun 2013 dari Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia Irak. Sebuah badan pemerintah dengan mandat untuk melindungi dan memajukan hak asasi manusia di Irak, yang mengkonfirmasikan penahanannya di penjara Abu Ghraib, termasuk tanggal penangkapannya dan mencantumkan nomor narapidana yang sama dengan kartu identitas narapidana.

Selama dua dekade, dia telah meminta kompensasi dan permintaan maaf atas pelecehan yang dialaminya. Dia meminta bantuan dari Asosiasi Pengacara Irak dan Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia Irak tetapi mereka tidak dapat membantu. Dia mengatakan bahwa dia tidak tahu bagaimana cara menghubungi militer Amerika Serikat dan mengajukan klaim.

Human Rights Watch menulis surat ke Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada bulan Juni 2023 untuk menguraikan kasus Al-Majli. Juga meminta informasi mengenai kompensasi bagi para penyintas penyiksaan di Irak. Tidak ada tanggapan yang diterima.

“Menteri Pertahanan dan Jaksa Agung AS harus menyelidiki tuduhan penyiksaan dan penganiayaan lainnya terhadap orang-orang yang ditahan oleh Amerika Serikat di luar negeri selama operasi pemberantasan pemberontakan terkait dengan Global War on Terrorism (Perang Global Melawan Terorisme),” tegas Sarah Yager.

Ditegaskan Sarah Yanger, pihak berwenang Amerika Serikat harus memulai penuntutan yang tepat terhadap siapa pun yang terlibat, apa pun pangkat atau posisi mereka. “Amerika Serikat harus memberikan kompensasi, pengakuan, dan permintaan maaf resmi kepada para penyintas pelecehan dan keluarga mereka,” tegas Sarah Yanger.

Hingga kini Human Rights Watch tidak menemukan bukti bahwa pemerintah Amerika Serikat telah membayar kompensasi atau ganti rugi apa pun kepada korban pelecehan tahanan di Irak. Amerika Serikat juga tidak mengeluarkan permintaan maaf atau melakukan perubahan apa pun.***

Editor: Heriyanto Retno

Sumber: Arab News

Tags

Terkini

Terpopuler