PORTAL BANDUNG TIMUR - Kondisi mikro daerah aliran sungai (DAS), Subdas, hingga DAS Citarum di sejumlah wilayah Kabupaten Bandung harus menjadi perhatian banyak pihak dalam upaya mengantisipasi terjadinya potensi bencana banjir maupun longsor.
Pengambil kebijakan harus bersikap tegas dan berkomitmen dalam penataan tata ruang yang harus dilakukan dari mulai Mikrodas, Subdas hingga DAS.
Hal tersebut disampaikan penggiat Lingkungan Jaga Balai Kabupaten Bandung Denni Hamdani mencermati peristiwa banjir bandang disertai bencana longsor yang terjadi di DAS Cimanuk Kabupaten Garut.
"Bencana banjir bandang dan longsor serta gerakan tanah itu bisa terjadi karena dipicu oleh fenomena anomali cuaca atau yang sering kita sebut kemarau basah. Kemarau basah itu bisa diartikan, kemarau tapi terjadi hujan deras dengan intensitas yang cukup lama atau terus-terusan. Kemarau basah ini diperkirakan puncaknya pada bulan Juli hingga Agustus 2022 mendatang, yang seharusnya musim kemarau, ini terjadi turun hujan. Sepertinya tidak akan terjadi musim kemarau karena terjadi hujan terus menerus," kata Denni pada Portal Bandung Timur, Senin 18 Juli 2022.
Baca Juga: Kecelakaan Truk Tangki, Pertamina Nyatakan Belasungkawa dan Upayakan Penanganan Maksimal Para Korban
Menurutnya, dengan kondisi kemarau basah ini, harus sama-sama diantisipasi pula di Kabupaten Bandung, untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan dalam menghadapi potensi bencana. Bahkan dengan adanya bencana banjir dan longsor di sejumlah wilayah itu menjadi peringatan dini, bahwa sejumlah pihak untuk senantiasa waspada dalam berbagai kemungkinan yang dikhawatirkan bakal terjadi disaat memasuki musim kemarau basah.
"Kita melihat fenomena tata ruang yang saat ini terjadi di sebuah kawasan. Daerah tangkapan air yang semestinya berfungsi sebagai daerah resapan air, saat ini fungsinya tak seperti itu. Disaat terjadi turun hujan, air hujan banyak tak meresap, melainkan menjadi larian air hujan yang mengalir begitu saja ke sungai karena tidak meresap ke dalam tanah. Akibatnya air sungai mengalir deras," tutur Denni.
Menurutnya, air hujan mengalir begitu saja karena tak ada vegetasi atau tetumbuhan pada lahan tersebut akibat terjadi alih fungsi lahan.
Baca Juga: Jalan Patuha Rusak, PT. Geo Dipa Energi Siap Bertanggungjawab Perbaiki Kerusakan
"Alih fungsi lahan itu, bisa juga terjadi karena adanya pengembangan obyek wisata, seperti yang terjadi di kawasan Pacira (Pasirjambu, Rancabali dan Ciwidey). Dampak terjadinya alih fungsi lahan itu, seperti kita ketahui bahwa beberapa waktu lalu dua kali terjadi banjir bandang pada aliran Subdas Sungai Ciwidey. Sedangkan kita bandingkan, bencana banjir bandang di DAS Cimanuk Garut, karena diduga terjadi alih fungsi lahan di kawasan wisata Darajat. Jadi samimawon, tak ada bedanya bahwa bencana banjir bandang itu karena alih fungsi lahan," katanya.