Tuntutan Hukuman Mati Menuai Pro Kontra, Kajati Jabar Enggan Berpolemik

28 Januari 2022, 07:00 WIB
Herry Wirawan, terdakwa kasus pemerkosa 13 santriwati membacaka pembelaan didalam Rutan Bandung meminta dihukum seadil-adinya. /Portal Bandung Timur/heriyanto/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Tuntutan hukuman mati yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada Terdakwa Herry Wirawan dalam kasus dugaan persetubuhan belasan satriwati memicu pro dan kontra. Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA), Bima mendukung tuntutan tersebut.

Dewan Pembina Komnas PA, Bima Sena mengaku dirinya setuju dengan pernyataan JPU bahwa tuntutan hukuman mati dan kebiri itu sebagai efek jera. Namun demikian, hal berbeda disampaikan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsari menilai hukuman mati atau kebiri kimia bertentangan dengan prinsip HAM. Menurutnya, hak hidup adalah hak yang tak bisa dikurangi dalam situasi apa pun.

Baca Juga: Laksanakan Amalan Ini, Untuk menjadi Muslim yang Takwa dan Mendapat Ampunan Allah SWT

Menanggapi polemik yang terjadi di masyarakat atas tuntutan mati bagi Herry Wirawan, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat Asep N Mulyana yang JPU dalam sidang kasus tersebut angkat bicara. Menurut Asep, pihaknya tidak ingin berpolemik atas penolakan Komnas HAM.

"Kami tidak akan berpolemik soal itu dan tuntutan kami berbasis kepada korban untuk kepentingan terbaik anak- anak," katanya.

Namun begitu, Asep menegaskan, tuntutan terhadap terdakwa dilakukan berbasis kepentingan korban.

"Sekali lagi bahwa tunturan mati diatur dalm peraturan perundang-undangan artinya secara legal ketika kami mengajukan tuntutan diatur dalam regulasi jadi bukan semaunya kami sendiri artinya sampai saat ini kita sistem kita mengakui tuntutan hukuman mati," ujarnya seusai sidang kasus pelecehan seksual Herry Wirawan di Pengadilan Negeri Bandung, Jl Re Martadinata Kota Bandung, Kamis, 27 Januari 2022.

Baca Juga: Bripka Randy, Terbukti Bersalah di Pecat Keanggotaan Polri

Sidang perkara Terdakwa Herry Wirawan atas kasus dugaan persetubuhan terhadap anak dengan korban 13 santriwati digelar secara tertutup dengan agenda pembacaan replik atas Pledoi yang disampaikan oleh terdakwa dan kuasa hukumnya dalam persidangan sebelumnya.

"Dalam replik kami pada intinya kami tetap pada tuntutan semula dan memberikan penegasan beberapa hal pertama bahwa tuntutan mati diatur dalam regulasi diatur dalam ketentuan perundang-undangan artinya bahwa yang kami lakukan sesuai ketentuan yang berlaku," kata JPU Asep N. Mulyana yang jugamenjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat.

Ia menambahkan, restitusi atau ganti rugi yang diajukan, merupakan hasil penghitungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Tuntutan untuk membayar denda merupakan bentuk keberpihakan kepada para korban asusila. Pasalnya, penyitaan aset dan tuntutan denda itu nantinya untuk menjamin kehidupan para korban maupun bayi-bayi yang dilahirkan," pungkasnya. (syiffa ryanti)***

Editor: Heriyanto Retno

Tags

Terkini

Terpopuler