Citarum Harum, Pasir dan Lumpur Tidak Lagi Bau Limbah

- 5 Desember 2020, 15:30 WIB
Memasuki musim penghujan penambang pasir di aliran sungai Citarum kembali ramai karena tanah pasir dan lumpur berlimpah terbawa air dari hulu.
Memasuki musim penghujan penambang pasir di aliran sungai Citarum kembali ramai karena tanah pasir dan lumpur berlimpah terbawa air dari hulu. /Portal Bandung Timur/Heriyanto Retno/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Dalam satu bulan terakhir penambangan pasir dan lumpur sungai Citarum kembali marak. Sejak pencanangan Program Citarum Harum pasir dan lumpur Citarum tidak lagi bau mengandung limbah pabrik.

Gairah masyarakat sekitar aliran sungai Citarum di Kabupaten Bandung dalam satu bulan terakhir kembali marak. “Disela-sela menunggu tanaman padi disawah banyak warga sekitar yang kembali ke sungai (menambang pasir dan lumpur),” ujar Sujana (48) warga Kamp. Talangheman, Ds. Rancakasumba, Kec. Solokanjeruk Kab. Bandung.

Dikatakan Sujana, Kampung Talangheman merupakan pertemuan sungai Citarum dengan beberapa anak sungai Citarum dari Majalaya dan Ciparay. Ketika program Citarum Harum belum dilaksanakan, air sungai Cirasea dan Cipar tidak mengenal waktu berwarna merah, biru atau hijau.

Baca Juga: Kampung Bali di Kayong Utara Menjaga Tradisi

“Kini hampir seminggu sekali  sejak ada kunjungan dan TNI membersihkan sungai, air mulai bersih dan tidak bau. Bahkan bukan hanya penambang pasir dan lumpur yang kembali berdatangan, tapi ular dan bayawak juga mulai sering terlihat pagi hingga siang,” terang Eman.

Salah seorang penambang pasir, Asep Edi (42)warga Kamp. Ciparaybuay Ds. Rancakasumba, Kec. Solokanjeruk Kab. Bandung, mengatakan sejak Citarum tidak terlalu bau pasir Citarum dihargai Rp 30 ribu sampai Rp 45 ribu perkubik. “Karena pada masa Covid-19 sekarang ini banyak petani bunga kembali menggunakan pasir Citarum untuk campuran media tanah tanaman bunga,” ujar Asep Edi.

Selain untuk tanaman bunga, menurut Asep Edi dalam minggu-minggu ini pemilik usaha bata pres juga banyak memesan. Pasir Citarum yang lembut dan tidak bercampur limbah pabrik yang bau sangat kuat untuk bahan bata pres (bata cetak).

Baca Juga: Pandemi Covid-19 Berdampak Pada Pemasaran Produksi Sarung

Bahkan menurut Asep EDi, pengrajin bata bakar (bata merah) yang sebelumnya menggunakan pasir gunung, kini kembali berangsur ke pasir Citarum. “Penggunaan pasir Citarum untuk campuran bata merah menjadi kekhasan bata merah dari Sapan atau Majalaya pada masa kakek bapak saya tahun 1950an sampai 1970an, baru kali ini ada pengrajin bata yang kembali mencoba,” ujar Asep Edi.

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x