Perbedaan Jangan Dipertentangkan, Karena Sesungguhnya Umat Paling Mulia Disisi Allah Adalah yang Bertaqwa

- 11 Maret 2024, 06:57 WIB
Ilustrasi kaligrafi Allahuakbar. Sesungguhnya kebenaran hanya milih Allah semata.
Ilustrasi kaligrafi Allahuakbar. Sesungguhnya kebenaran hanya milih Allah semata. /Pixabay/

PORTAL BANDUNG TIMUR – Pemerintah telah menetapkan tanggal awal puasa Ramadhan 1 Ramadhan 1445 Hijriah jatuh pada hari Selasa 12 Maret 2024 esok hari. Keputusan dikeluargan setelag dilakukan Sidang Isbat dan pengamatan Hilal yang dilakukan di 135 titik wilayah Indonesia dan Hilal belumlah sempurna terlihat.

“Perbedaan penetapan awal ibadah puasa di bulan Ramadhan bukanlah sekali ini saja dan sudah beberapakali terjadi. Bahkan bukan hanya penetapan awal puasa 1 Ramadhan saja, tetapi juga penetapan 1 Syawal maupun Dzulhijah, namun hal ini tidak untuk dijadikan perdebatan ataupun pertentangan karena perbedaan sudah hal yang lumrah.” kata Ustad Didi Saefulloh seorang pemuka agama di Palasari kecamatan Cibiru Kota Bandung.

Bahkan perbedaan pandangan penetapan waktu juga pernah terjadi di masa zaman Rasulullah Shalallahu allaihi wassalam. Sebagaimana disampaikan Al-Imam Al-Bukhari Rahimahullahu berkata; “Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah, dari Malik, dari Humaid Ath-Thowil, dari Anas bin Malik, ia berkata: “Kami pernah bepergian bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yang berpuasa tidak mencela yang berbuka dan yang berbuka juga tidak mencela yang berpuasa.”

Baca Juga: Menag Yaqut Cholil Qoumas, Sidang Isbat Sepakat 1 Ramadhan 1445 Hijriah pada Selasa 12 Maret 2024 Masehi

“Dan ingat akan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala; ‘wa‘tashimu bihablillahi jami‘aw wa la tafarraqu wadzkuru ni‘matallahi ‘alaikum idz kuntum a‘da'an fa allafa baina qulubikum fa ashbahtum bini‘matihi ikhwana, wa kuntum ‘ala syafa hufratim minan-nari fa angqadzakum min-ha, kadzalika yubayyinullahu lakum ayatihi la‘allakum tahtadun’, yang artinya, Berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, janganlah bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara. (Ingatlah pula ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk,” kata Ustad Didi Saefulloh mengutip firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surah Ali Imran ayat 103.

Tentang perbedaan juga menurut Ustad Didi Saefulloh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan secara tegas mengingatkan melalui firmannya di surah Al Hujurat ayat ke 13. “Ya ayyuhan-nasu inna khalaqnakum min dzakariw wa untsa wa ja‘alnakum syu‘ubaw wa qaba'ila lita‘arafu, inna akramakum ‘indallahi atqakum, innallaha ‘alimun khabir.” Yang artinya; Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti.”

Baca Juga: Ashabul Kahfi, Penentuan 1 Ramadhan 1445 Hujriah Dilakukan Transparan Akuntabel dan Ilmiah.

“Dalam ayat ini diawal kalimah, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyebutkan Yaa ayyuhan-nasu yang merupakan penegasan. Selain itu juga ditegaskan, innallaha ‘alimun khabir, bahwa Allah Maha Teliti dan kebenaran hanya milik Allah Subhanahu Wa Ta’ala,” tegas Ustad Didi Saefulloh.

Dalam khasanah Islam, para ulama salaf dikenal dengan sikap kedewasaan, toleransi, dan objektivitasnya yang tinggi dalam menyikapi perbedaan. Seperti perkataan Imam Syafi’i yang sangat masyhur bentuk penghormatannya terhadap perbedaan pendapat; “Pendapatku benar, tapi memiliki kemungkinan untuk salah. Sedangkan pendapat orang lain salah, tapi memiliki kemungkinan untuk benar.”

Para Ulama menurut Ustad Didi Saefulloh, memiliki ilmu yang mendalam tentang syariat Islam memiliki banyak sekali perbedaan pendapat dalam menyikapi suatu masalah yang sama. Sehingga melahirkan beberapa kelompok-kelompok pemahaman atau fiqh syariah yang disebut mazhab atau jalan berfikir tentang hukum syariat atau metode atau manhaj yang terbentuk dari pemikiran, penelitian dan kajian hukum, dalil dan sumber-sumber ilmu lainnya tentang suatu hal yang jelas batas-batas dan bagian-bagiannya dalam syariat Islam.

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x