Pedati Gede Pekalangan, Tinggalan Pangeran Cakrabuwana Putera Sulung Prabu Siliwangi

18 Juli 2021, 21:00 WIB
Banyak hal menarik tentang Pedati Gede yang dibuat Pageran Walangsungsang atau Pangeran Cakra Buwana putera sulung Prabu Siliwangi membuat Situs Pedati Gede Pekalangan di Pekalangan Selatan, Kelurahan Pekalangan, Kecamatan Pekalipan, Kota Cirebon wisatawan domestik hingga mancanegara. /Foto : Istimewa

PORTAL BANDUNG TIMUR - Berkunjung ke Kota Udang, Cirebon di Jawa Barat, baik ke wilayah Kota Cirebon maupun Kabupaten Cirebon, kita akan disuguhi berbagai banyak cerita yang berkaitan dengan masa silam. Sangat wajar, karena Cirebon sebagai daerah pesisir pantai utara Jawa Barat pada masa lalu merupakan kawasan perdagangan dan juga pusat penyebaran agama Islam.

Selain itu, hal cukup unik dan menarik dari Cirebon yang semula berupa pedukuhan bernama Caruban hingga menjadi Nagari Cerbon adalah adanya empat keraton. Keraton tersebut bernama Keraton Kasepuhan yang didirikan Pangeran Martawijaya sebagai Sultan Sepuh dengan gelar Raja Syamsuddin.

Kemudian Keraton Kanoman yang didirikan Pangeran Kertawijaya sebagai Sultan Anom dengan gelar Sultan Muhammad Badriddin.  Keraton Kacirebonan yang didirikan Pangeran Muhammad Haerudhin sebagai bentuk perlawanan padan pemerintah kolonial Belanda. Juga Keraton Kaprabonan yang didirikan Pangeran Raja Adipati Kaprabon yang dikenal dengan sebutan Sultan Pandita Torekot putra dari Sultan Kanoman I Sultan Raja Badrudin Kartawijaya.

Baca Juga: 81 Industri di Karawang Masih Buang Limbah ke DAS Citarum, Cilamaya dan Cileungsi

Karena latar belakang sejarah inilah ada banyak tempat bersejarah yang dapat dikunjungi dan sangat menarik. Ada banyak benda peninggalan sejarah yang sudah berusia ratusan tahun.

Salah satunya yang masih terawat dengan baik hingga kini Pedati Gede peninggalan Walangsungsang atau yang lebih dikenal dengan nama Pangeran Cakrabuwana atau Mbah Kuwu, putra pertama Raja Padjajaran, Prabu Siliwangi dari istri pertamanya Nyi Mas Subanglarang.

Pedati Gede saat ini menempati ruangan khusus seluas 9 X 12 meter di RW 05, Jalan Pekalangan Tengah, Pekalangan Selatan, Kelurahan Pekalangan, Kecamatan Pekalipan, Kota Cirebon. Hingga warga menamainya  Pedati Gede Pekalangan atau Pedati Gede Mbah Pekalangan.

Baca Juga: Rendah Pelaksanaan Vaksinasi di Jawa Barat, Presiden Minta Dipercepat

Pedati Gede Pekalangan dibuat Pangeran Cakrabuwana atau Mbah Kuwu dan juga dikenal dengan Mbah Kuwu Pekalangan, saat diperintahkan  Ki Danurwarsih gurunya yang juga mertuanya, ayah dari Nyi Indang Geulis, untuk membuka pedukuhan atau membuat pemukiman baru. Kawasan hutan Caruban menjadi pilihannya untuk membuat Pedukuhan pada tahun 1445 atau tepatnya pada tanggal 1 Syuro 790 Hijriah.

Menggunakan Pedati Gede Pekalangan ditarik Kebo Andanu seekor kerbau berwarna putih atau bule, Pangeran Cakrabuwana membuka hutan Caruban menjadi Pedukuhan Caruban hingga dikenal dengan sebutan Mbah Kuwu. Kemudian Pedukuhan berubah menjadi Nagari Cerbon berupa Kesultanan Cirebon sebagai Kerajaan Islam pertama yang kepeimpinannya diserahkan kepada keponakannya sekaligus menantunya yaitu Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati yang menikahi Putri Pakungwati.

Selain digunakan untuk membangun Pedukuhan menjadi Nagari Cerbon dan kemudian berubah menjadi Kesultanan Cirebon, Pedati Gede Pekalangan menjadi sarana syiar Islam sepanjang Pantai ke Utara Jawa. Selain itu pada tahun 1480, Pedati Gede Pekalangan digunakan Sunan Gunung Jati atau Syekh Maulana Syarif Hidayatullah untuk mengangkut material pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa, hadiah perkawinan Sunan Gunung Jati untuk Nyi Mas Pakungwati.

Untuk kebutuhan Festival Keraton Nasional tahun 1997 dibuat reflika Pedati Gede Pekalangan yang kini disimpan di Museum Keraton Kasepuhan. Foto : Istimewa
Hal yang cukup unik dari Pedati Gede Pekalangan adalah dari bentuknya dan juga diameter rodanya yang mencapai 2 meter. Semua bagian roda, baik bagian lingkaran maupun jeruji rida terbuat dari kayu jati. “Sebenarnya ada 12 roda, tapi pada saat kebakaran besar tahun 1930an ada empat roda yang terbakar, jadi hingga sekarang hanya delapan roda yang terpasang,” terang Taryi, Juru Pelihara ke 14 Pedati Gede Pekalangan.

Diungkapkan Taryi, pada tahun 1995 pernah diupayakan restorasi atau perbaikan Pedati Gede Pekalangan oleh  Mr Herman Vosh dan Mr De Taher, mantan kepala museum kereta-ketera Leiden Belanda, namun hal tersebut tidak berhasil. Karenanya agar tetap terawat setiap seminggu sekali dibersihkan dengan memakai minyak lentik untuk mejaga agar bisa bertahan lama.

Hal cukup unik lainnya dari Pedati Gede Pekalangan, jika dilihat dari depan, ukuran setiap roda berbeda-beda, semakin kebelakang semakin besar pula rodanya. Roda pedati berjumlah 12 roda atau 6 pasang, dengan enam roda berdiameter 2 meter sedangkan enam roda lainnya berukuran lebih kecil yaitu 1,5 meter .

Sementara diatas Pedati Gede Pekalangan terdapat mimbar atau balai. Fungsinya tempat Pangeran Cakrabuana duduk menyampaikan dakwah dan menyebarkan agama islam dari pedusunan ke pedusunan mulai dari Cirebon ke Batavia (Jakarta) dan dari Cirebon ke Surabaya.

Baca Juga: PPKM Darurat Jawa dan Bali di Perpanjang, Forum Pimred PRMN Bersikap, Ajak Warga Saling Bantu #rakyatpeduli

Karena berbagai cerita tetang keberadaan Pedati Gede Pekalangan, mereka yang datang bukan hanya warga sekitar Cirebon atau Jawa Barat saja, tapi juga dari provinsi lain seperti Aceh, Bali, Palembang dan lainnya. Bahkan tidak jarang pengunjung dari Belanda, Jepang, Malaysia dan negara lainnya.

Umumnya, mereka yang datang berkunjung bukan hanya sekedar melihat keunikan dari Pedati Gede Pekalangan. Tapi juga untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan semua hal tentang Pedati Gede Pekalangan, terutama berkaitan dengan fungsinya sebagai sarana untuk mengembangkan ajaran Islam.

Para peneliti merasa kagum bercampur penasaran karena Pedati Gede Pekalangan dibuat Pangeran Cakrabuana, hanya berbahan kayu jati tanpa ada tambahan bahan lainnya. Selain itu meski berukuran besar dengan diameter hampir mencapai 15 dan leba 2,5 meter serta tinggi 3 meter, setiap sambungan tidak menggunakan paku ataupun pasak.

Berbagai cerita dari mulut ke mulut, dikatakan bahwa Pedati Gede Pekalangan bisa terbang. Sebagaimana yang diungkapkan Taryi Juru Kunci ke 14 bahwa dulunya pada masa pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa warga melihat Pedati Gede yang ditarik Kebo Andanu tidak napak ke tanah alias terbang. “Karenanya pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa bisa diselesaikan dalam waktu sehari semalam,” terang Taryi.

Masih kata Taryi, bahwa dirinya beberapakali pernah bermimpi tentang Pedati Gede Pekalangan yang sedang terbang dan kedatangan Pangeran Cakrabuana agar dirinya terus memelihara Pedati Gede Pekalangan. “Bahkan bukan hanya saya saja yang pernah mimpi Pedati Gede Pekalangan terbang, beberapa orang Bali juga pernah berminpi dan setelah datang langsung melihat Pedati Gede Pekalangan dia membenarkan bahwa pedati terbang yang hadir di mimpinya adalah Pedati Gede Pekalangan,” cerita Taryi.

Baca Juga: Pungli di TPU Cikadut Kota Bandung, Insyaallah Tidak Terulang Lagi

Masih menurut Taryi, hingga saat ini masyarakat sekitar setiap malam jumat sering terlihat penampakan Kebo Andanu atau kerbau bule dan terdengar suara kerbau bule. “Jadi ada banyak hal-hal yang sifatnya diluar nalar kita sebagai manusia biasa tentang Pedati Gede Pekalangan ini, tapi benar-benar banyak yang mengalami,” ujar Taryi.

Pada tahun 1997 di Cirebon diselenggarakan Festival Keraton Nasional dan dibuat replika kereta-kereta dari setiap kesultanan, termasuk Pedati Gede Pekalangan. Selain Pedati Gede Pekalangan, dari Keraton Kasepuhan juga dibuatkan replika Kereta Singa Baronng, kemudian Kereta Paksi Naga Liman dari Keraton Kanoman, dan Kereta Juru Mudi  dari Keraton Kacirebonan.

Bila merasa penasaran dengan Pedati Gede Pekalangan dengan cerita-ceritanya, datang langsung ke Cirebon. Bisa ke Situs Pekalangan di RW 05, Jalan Pekalangan Tengah, Pekalangan Selatan, Kelurahan Pekalangan, Kecamatan Pekalipan, Kota Cirebon, tempat Pedati Gede Pekalangan asli tersimpan, atau ke Museum Keraton Kasepuhan di Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon. (annisa humaira)***

Editor: Heriyanto Retno

Tags

Terkini

Terpopuler